Senin, 21 Maret 2011

Asas Hukum Acara Peradilan Agama


Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama
A.1.  Asas Umum Lembaga Peradilan Agama
1)         Asas Bebas Merdeka
  Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negarayang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara hukumRepublik Indonesia.
Pada dasarnya azas kebebasan hakim dan peradilan yang digariskan dalam UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama adalah merujuk pada pasal 24 UUD 1945 dan jo. Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
  Dalam penjelasan Pasal 1 UU Nomor 4 tahun 2004 ini menyebutkan “Kekuasaan kehakiman yang medeka ini mengandung pengertian di dalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan Negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ekstra yudisial kecuali dalam hal yang diizinkan undang-undang.”
2)        Asas Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman
  Penyelenggara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Semua peradilan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia adalah peradilan Negara dan ditetapkan dengan undang-undang. Dan peradilan Negara menerapkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
3)        Asas Ketuhanan
        Peradilan agama dalam menerapkan hukumnya selalu berpedoman pada sumber hokum Agama Islam, sehingga pembuatan putusan ataupun penetapan harus dimulai dengan kalimat Basmalah yang diikuti dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.”
4)        Asas Fleksibelitas
Pemeriksaan perkara di lingkungan peradilan agama harus dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Adapun asas ini diatur dalam pasal 57 (3) UU Nomor 7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama jo pasal 4 (2) dan pasal 5 (2) UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Untuk itu, pengadilan agama wajib membantu kedua pihak berperkara dan berusaha menjelaskan dan mengatasi segala hambatan yang dihadapi para pihak tersebut.
Yang dimaksud sederhana adalah acara yang jelas, mudah difahami dan tidak berbelit-belit serta tidak terjebak pada formalitas-formalitas yang tidak penting dalam persidangan. Sebab apabila terjebak pada formalitas-formalitas yang berbelit-belit memungkinkan timbulnya berbagai penafsiran.
Cepat yang dimaksud adalah dalam melakukan pemeriksaan hakim harus cerdas dalam menginventaris persoalan yang diajukan dan mengidentifikasikan persolan tersebut untuk  kemudian mengambil intisari pokok persoalan yang selanjutnya digali lebih dalam melalui alat-alat bukti yang ada. Apabila segala sesuatunya sudah diketahui majelis hakim, maka tidak ada cara lain kecuali majelis hakim harus secepatnya mangambil putusan untuk dibacakan dimuka persidangan yang terbuka untuk umum.
Biaya ringan yang dimaksud adalah harus diperhitungkan secara logis, rinci dan transparan, serta menghilangkan biaya-biaya lain di luar kepentingan para pihak dalam berperkara. Sebab tingginya biaya perkara menyebabkan para pencari keadilan bersikap apriori terhadap keberadaan pengadilan.
5)        Asas Non Ekstra Yudisial
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam UUD RI Tahun 1945. Sehingga setiap orang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud akan dipidana.
6)        Asas Legalitas
Peradilan agama mengadili menurut hokum dengan tidak membeda-bedakan orang. Asas ini diatur dalam pasal 3 (2), pasal 5 (2), pasl 6 (1) UU No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 2 UU No.3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.
Pada asasnya Pengadilan Agama mengadili menurut hukum agama Islam dengan tidak membeda-bedakan orang, sehingga hak asasi yang berkenaan dengan persamaan hak dan derajat setiap orang di muka persidangan Pengadilan Agama tidak terabaikan.
Asas legalitas dapat dimaknai sebagai hak perlindungan hukum dan sekaligus sebagai hak persamaan hokum. Untuk itu semua tindakan yang dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan peradilan harus berdasar atas hokum, mulai dari tindakan pemanggilan, penyitan, pemeriksaan di persidangan, putusan yang dijatuhkan dan eksekusi putusan, semuanya harus berdasar atas hukum. Tidak boleh menurut atau atas dasar selera hakim, tapi harus menurut kehendak dan kemauan hukum.

A.2.   Asas Khusus Kewenangan Peradilan Agama
1)         Asas Personalitas Ke-islaman
Yang tunduk dan yang dapat ditundukkan kepada kekuasaan peradilan agama, hanya mereka yang mengaku dirinya beragama Islam. Asas personalitas ke-islaman diatur dalam UU nomor 3 Tahun 2006 Tentang perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1989 Tentang peradilan agama Pasal 2 Penjelasan Umum alenia ketiga dan Pasal 49 terbatas pada perkara-perkara yang menjadi kewenangan peradilan agama.
Ketentuan yang melekat pada UU No. 3 Tahun 2006 Tentang asas personalitas ke-islaman adalah :
a)    Para pihak yang bersengketa harus sama-sama beragama Islam.
b)    Perkara perdata yang disengketakan mengenai perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shodaqoh, dan ekonomi syari’ah.
c)    Hubungan hukum yang melandasi berdsarkan hukum islam, oleh karena itu acara penyelesaiannya berdasarkan hukum Islam.
Khusus mengenai perkara perceraian, yang digunakan sebagai ukuran menentukan berwenang tidaknya Pengadila Agama adalah hukum yang berlaku pada waktu pernikahan dilangsungkan. Sehingga apabila seseorang melangsungkan perkawinan secara Islam, apabila terjadi sengketa perkawinan, perkaranya tetap menjadi kewenangan absolute peradilan agama, walaupun salah satu pihak tidak beragam Islam lagi (murtad), baik dari pihak suami atau isteri, tidak dapat menggugurkan asas personalitas ke-Islaman yang melekat pada saat perkawinan tersebut dilangsungkan, artinya, setiap penyelesaian sengketa perceraian ditentukan berdasar hubungan hukum pada saat perkawinan berlangsung, bukan berdasar agama yang dianut pada saat terjadinya sengketa.
Letak asas personalitas ke-Islaman berpatokan pada saat terjadinya hubungan hukum, artinya patokan menentukan ke-Islaman seseorang didasarkan pada factor formil tanpa mempersoalkan kualitas ke-Islaman yang bersangkutan. Jika seseorang mengaku beragama Islam, pada dirinya sudah melekat asas personalitas ke-Islaman. Faktanya dapat ditemukan dari KTP, sensus kependudukan dan surat keterangan lain. Sedangkan mengenai patokan asas personalitas ke-Islaman berdasar saat terjadinya hubungan hukum, ditentukan oleh dua syarat : Pertama, pada saat terjadinya hubungan hukum, kedua pihak sama-sama beragama Islam, dan Kedua, hubungan hukum yang melandasi keperdataan tertentu tersebut berdasarkan hukum Islam, oleh karena itu cara penyelesaiannya berdasarkan hukum Islam.
2)        Asas Ishlah (Upaya perdamaian)
Upaya perdamaian diatur dalam Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 31 PP No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tentang perkawinan jo. Pasal 65 dan Pasal 82 (1 dan 2) UU No. 7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama jo. Pasal 115 KHI, jo. Pasal 16 (2) UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Islam menyuruh untuk menyelesaikan setiapperselisihan dengan melalui pendekatan “Ishlah”. Karena itu, tepat bagi para hakim peradilan agama untuk menjalankn fungsi “mendamaikan”, sebab bagaimanapun adilnya suatu putusan, pasti lebih cantik dan lebih adil hasil putusan itu berupa perdamaian.
3)        Asas Terbuka Untuk Umum
Asas terbuka untuk umum diatur dalam pasal 59 (1) UU No.7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradila Agama jo. Pasal 19 (3 dan 4) UU No. 4 Tahun 2004.
Sidang pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama adalah terbuka untuk umum, kecuali Undang-Undang menentukan lain atau jika hakim dengan alasan penting yang dicatat dalam berita acara siding memerintahkan bahwa pemeriksaan secara keseluruhan atau sebagianakan dilakukan dengan siding tertutup. Adapun pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama yang harus dilakukan dengan siding tertutup adalah berkenaan dengan pemeriksaan permohonan cerai talak dan atau cerai gugat (pasal 68 (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam UU No. 3 tahun 2006 Tentang Peradilan Agama).
4)        Asas Equality
Setiap orang yang berperkara dimuka sidang pengadilan adalah sama hak dan kedudukannya, sehingga tidak ada perbedaan yang bersifat “diskriminatif” baik dalam diskriminasi normative maupun diskriminasi kategoris. Adapun patokan yang fundamental dalam upaya menerapkan asas “equality” pada setiap penyelesaian perkara dipersidangan adalah :
a.           Persamaan hak dan derajat dalam proses pemeriksaan persidangan pengadilan atau “equality before the law”.
b.           Hak perlindungan yang sama oleh hukum atau “equal protection on the law”
c.            Mendapat hak perlakuan yang sama di bawah hukum atau “equal justice under the law”.
5)        Asas “Aktif” memberi bantuan
Terlepas dari perkembangan praktik yang cenderung mengarah pada proses pemeriksaan dengan surat atau tertulis, hukum acara perdata yang diatur dalam HIR dan RBg sebagai hukum acara yang berlaku untuk lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama sebagaimana yang tertuang pada Pasal 54 UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.
6)        Asas Upaya Hukum Banding
Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada Pengadilan Tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali Undang-undang menentukan lain.
7)        Asas Upaya Hukum Kasasi
Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh para pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
8)        Asas Upaya Hukum Peninjauan Kembali
Terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Dan terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.
9)        Asas Pertimbangan Hukum (Racio Decidendi)
Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula paal tertentu dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

Selasa, 15 Maret 2011

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)


HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)
· SECARA GARIS BESAR HKI DIBAGI DALAM 2 (DUA) BAGIAN, YAITU :

1. Hak Cipta (Copyright);
2. Hak Kekayaan Industrial (industrial property rights), yang mencakup :
a. Paten (Patent);
b. Desain Industri (Industrial Design);
c. Merek (Trademark);
d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design of Integrated Circuit);
e. Rahasia Dagang (trade secret).
f. Perlindungan Varietas Tanaman (Varieties of Plants Protection).

Pada saat ini pengaturan tentang masing-masing bidang HKI telah diatur dalam undang-undang tersendiri sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 mengatur tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 mengatur tentang Rahasia Dagang;
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 mengatur tentang Desain Industri;
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 mengatur tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
5. Undang-Undang Nomor14 Tahun 2001 mengatur tentang Paten;
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 mengatur tentang Merek; dan
7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 mengatur tentang Hak Cipta.

Disamping peraturan perundang-undangan tersebut di atas, pada Tahun 1997 Indonesia juga telah meratifikasi beberapa konvensi atau traktat internasional antara lain :
1. Konvensi Paris diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997;
2. Patent Cooperation Treaty (PCT) diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997;
3. Trade Mark Law Treaty diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997;
4. Konvensi Bern diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997; dan
5. World Intellectual Property Orgnization (WIPO) Copyrights Treaty diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

· HKI DALAM KERANGKA HUKUM INTERNASIONAL
         Dalam kerangka pembahasan mengenai HKI, maka dari segi substantif, norma hukum yang mengatur tentang HKI tidak hanya terbatas pada norma hukum yang dikeluarkan oleh satu negara tertentu, tetapi juga terikat pada norma-norma hukum intenasional. Disini terlihat hakikat hidupnya sistem hukum itu. Hukum tumbuh dan berkembang sejalan dengan tuntutan masyarakat, dalam bidang HKI didasarkan pada tuntutan perkembangan peradaban dunia.
        Oleh karena itu negara-negara yang turut dalam kesepakatan Internasional, harus menyesuaikan peraturan perundang-undangan dalam negerinya dengan ketentuan Internasional, yang dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)/WTO (1994) adalah kesepakatan TRIPs, sebagai salah satu dari Final Act Embodying The Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiation, yang ditandatangani di Marakesh pada bulan April 1994 oleh 124 negara dan 1 wakil dari Masyarakat Ekonomi Eropa. Indonesia termasuk salah satu negara yang turut menandatangani kesepakatan itu dan meratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.
        Akibatnya Indonesia tidak dapat dan tidak diperkenankan membuat peraturan yang extra-territorial yang menyangkut perlindungan HKI, dan semua isu yang terdapat dalam kerangka WTO, Indonesia harus mengakomodirnya paling tidak harus memenuhi (pengaturan) standar minimum. Dengan demikian Indonesia harus neyesuaikan semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan HKI. Dengan telah diundangkannya 7 (tujuh) undang-undang tersebut di atas, maka Indonesia telah menjadi negara yang sudah cukup lengkap pengaturan di bidang HKI.
       Dalam upaya persiapan perlindungan internasional HKI pada tahun-tahun mendatang, Indonesia mengahadapi berbagai kendala yang tidak ringan.
Pertama, secara budaya sebenarnya masyarakat kita belum siap dengan pemberlakuan HKI (yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di lingkungan masyarakat Barat, dicirikan oleh kepentingan individual yang menonjol). Sedangkan sebagian besar masyarakat kita kebudayaannya masih mementingkan kebersamaan.
Kedua, kemampuan Ditjen HKI yang bertugas memperjuangkan dan mensosialisasikan HKI masih kurang memadai, baik infrastruktur, informasi maupun SDM-nya. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan belum adanya kantor cabang Ditjen HKI di daerah-daerah, sehingga para penemu (Inventor) teknologi di daerah yang ingin mendaftarkan hasil karyanya harus datang langsung ke Kantor Ditjen HKI Tangerang. Memang pada saat ini pendaftaran HKI dapat dilakukan di beberapa Kanwil Propinsi, namun belum semua Kanwil Propinsi yang dapat menerima pendaftaran tersebut. Kanwil tersebut hanya sebatas menerima titipan pendaftaran yang kemudian akan dikirimkan ke Ditjen HKI di Tangerang, sedangkan pemberian nomor pendaftaran, pemeriksaan substantif, dan penerbitan sertifikat tetap dilakukan oleh Ditjen HKI di Tangerang. Belum tersedianya data base yang dapat diakses guna memperoleh informasi mengenai dokumen HKI khususnya Paten.
Ketiga, dari sisi kelembagaan, belum tercipta koordinasi yang baik antara instansi terkait, sehingga penegakan hukum di bidang HKI masih sering terhambat

surat gugatan PTUN


PERMOHONAN GUGATAN
Nomor :
Lampiran : 4 lembar
Perihal : Gugatan
Kepada Yth,
Bapak Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara
Bandar Lampung
Di-
Bandar Lampung,...

Dengan Hormat,
Sebagi kuasa hukum:
…………………….HENDRI ADRIANSYAH, SH…………………...….
Selaku Kuasa Hukum yang beralamat di : Jl. ZA.Pagar Alam N0.24, Telp. (0721)522866 Kode Post 31452, Bandar Lampung.
Bertindak untuk dan atas nama:
………………….........HIDAYATULLAH,SE…………………………..
Umur:46 Tahun, Pekerjaan:Wiraswasta, Agama:Islam, Alamat:Jl.Palapa IV A No.24 Kedaton, Bandar Lampung.
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 012/SKK/X/BL/2008 tertanggal 25 Oktober 2008.
Yang selanjutnya disebut:
…………………….... PIHAK PENGGUGAT……………………….

Dengan ini menyampaikan gugatan terhadap:
Nama : KEPALA KANTOR PERTAHANAN
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
Berkedudukan : Jalan Negara Gunung Sugih, Lampung Tengah

Yang selanjutnya disebut:
……………………….PIHAK TERGUGAT…………………………


OBJEK GUGATAN :
Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi objek gugatan adalah :
Sertifikat Hak Milik Nomor: M.886/Bj. Tahun 2008 tanggal 21 September 2008, luas 1.930 M2 atas nama WINDAWATI.

TENTANG DUDUK PERKARA:
1. bahwa penggugat semula pada tahun 1960 an memiliki sebidang tanah yang terletak di Bandar Jaya Utara, seluas 11.000 M2. oleh karena tanah penggugat tersebut terkena proyek irigasi Way Seputih, mendapat ganti dalam bentuk tanah pula dan dipindahkan ke wilayah Bandar Jaya Timur berdasarkan surat dari Kepala Pengawasan Lapangan Proyek Irigasi I.D.A Way Seputih dengan Surat Pemeriksaan Pekerjaan tertanggal 10 Juli 2007 (Bukti P-1);
2. bahwa lokasi tanah yang diterbitkan Sertifikat atas nama beberapa orang, diantaranya sertifikat Hak Milik Nomor: M.886/Bj.Tahun 2008 tangal 21 September 2008, luas 1.930 M2 atas nama WINDAWATI, setempat pada saat sekarang ini telah dikenal dengan Desa Bandar Jaya Timur, Kecamatan Terbangi Besar, kbupaten Lampung tengah,dengan batasan-batasan sebagai berikut:
sebelah timur,berbatasan dengan tanah milik Hi.Rojali
sebelah barat,berbatasan dengan tanah milik gereja
sebelah utara,berbatasan dengan jalan kampung
sebelah selatan,berbatasan dengan jalan S.Parman
3. bahwa pada sekitar awal tahun 2007, penggugat didatangi seseorang bernama HASANUDIN (anggota polisi) dengan maksud untuk membeli sebagian dari bidang tanah milik penggugat. Oleh karena kedatangannya pertamakali beritikad baik, maka Penggugat menyetujuinya dengan luas/ukuran Panjang 50 Meter dan lebar 25 Meter, namun itu baru berupa kesepakatan secara lisan dan tidak disertai transaksi apapun baik berupa pajer maupun perjanjian tertulis lainnya;
4. bahwa selang waktu beberapa waktu lamanya kurang lebih satu bulan lamanya, HASANUDIN mendatangi penggugat dengan membawa seorang keturunan tiong Hoa bernama ALIM SUSILO (Lo Kie Lim). Setelah penggugat di perkenalkan kepada Alim Susilo oleh Hasanudin, selanjutnya diutarakan dengan maksud kedatangannya yaitu: bahwa saudara Alim susilo bermaksud hendak mendirikan banguana sebagi gudang untuk menyimpan barang-barang pabriknya di atas sebagian tanah Penggugat (tidak ada melalui jual beli) akan tetapi melalui kompensasi apabila kelak gudang itu sudah tidak digunakan lagi, maka bangunan gudang tersebut akan menjadi hak milik penggugat;
5. tanpa pikir panjang, karena memperkenalkan adalah Pak HASANUDIN, akhirnya penggugat mempersilahkannya dan ini pun sekali lagi tidak ada perjanjian secara tertulis di atas kertas;
6. pengguaagt telah berusaha berulang kali meminta penyelesaian kepada Bapak Hasanudin namun yang bersangkutan senantiasa beralasan dan senantiasa mengelak hingga akhir hidupnya terhadap penggugat tersebut tidak pernah dibayar oleh Hasanudin (yang saat itu bertugas sebagi anggota polisi);
7. bahwa hingga saat gugatan ini didaftarkan di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung, Penggugat tetap masih mengusai tanah tersebut walau diatasnya telah diterbitkan beberapa sertifikat atas nama orang lain;
8. bahwa pada suatu saat tepatnya pada hari sabtu tanggal 24 april 2008 penggugat menerima Surat Panggilan dari Kepolisian Sektor Terbangi Besar dengan nomor : Pol.Sp.Pgl/114/SERSE/2008, tertanggal 24 April 2008 sebagi tersangka dalam kasus penyerobotan tanah atas laporan seseorang;
9. bahwa pada hari senin tanggal 26 april 2008 penggugat diperiksa di Kantor Kepolisian Sektor Terbangi Besar, di dalam pemeriksaan tersebut penggugat menceritakan keadaan yang sebenarnya dengan menunjukkan surat bukti P-1 tersebut di atas. Atas dasar buktisurat hasil pemeriksaan pekerjaan proyek irigasi tersebut, pemeriksaan terhadap penggugat tidak dilanjutkan. Dan oleh pihak penyidik pada saat itu diberitahukan kepada penggugat, bahwa di atas tanah milik penggugat tersebut terlah disertifikasikan oleh atas nama orang lain (atas nama WINDAWATI). Oleh penyidik, disarankan mengapa HIDAYAT tidak menggugatnya? Saat itu penggugat, menjawab bahwa penggugat belum mempunyai bukti sertifikat tersebut.
10. bahwa, selanjutnya pada tahun 2008 tiba-tiba Penggugat menerima lagi Surat Panggilan dari Kepolisian Resort Lampung Tengah dengan nomor: Pol.Sp.Pgl/249/Reskrim/IV/2008. Tanggal 25 April 2008 sebagai tersanggka dalam kasus penyerobotan tanah yang dilaporkan oleh seseorang
11. bahwa pada hari yang telah ditetapkan, penggugat menghadap ke Kantor Polisi Resort Lampung Tengah, tepatnya pada hari Kamis, tanggal 28 april 2008, dengan stastus sebagi tersangka dalam perkara penyerobotan tanah. Dalam pemeriksaan tersebut Penggugat menerangkan hal yang sesungguhnya sambil menunjukkan Surat Pemeriksaan Pekerjaan Proyek Irigasi yang menerangkan tentang status tanah yang Penggugat kuasai sebagai bukti P-1 tersebut di atas. Dan kasus ini tidak berlanjut.
12. bahwa, tuduhan terhadap Penggugat yang dilaporkan oleh seseorang ke kantor Polisi Resort lampung Tengah pun tidak berlanjut. Dan pada saat itulah penggugat mulai mendapatkan Sertifikat atas nama ALIM SUSILO alias LO KIE LIM (bukti P-2), KESUMA SUNJAYA (bukti P-3), dan atas nama WIDAWATI (bukti P-4), berdampingan dengan tanah point 3 dan 4 gugatan tersebut di atas. Sungguh aneh, penggugat terkejut, karena ternyata ALIM SUSILO alias LO KIE LIM telah mensertifikasikan tanah Penggugat seluas 3780 M2 dalam sertifikat Nomor 15/Bj. Tahun 1977 yang sudah terbagi habis dengan sertifikat-sertifikat turunannya.
13. bahwa, semula gugatan Penggugat ditunjukkan untuk menggugat kelima sertifikat tersebut di atas. Namun atas petunjuk Bapak Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung, seyogyanya gugatan dipecah menjadi empat gugatan, karena untuk masing-masing penerbitaan Sertifikat tersebut mempunyai alasan-alasan tersendiri. Dan untuk itu, Penggugat telah melaksanakan petunjuk dari Bapak Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung, dan telah tercatat dalam buku register Perkara di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar lampung pada tanggal 16 Juni 2008.


DASAR DAN ALASAN GUGATAN
TERHADAP SERTIFIKAT HAK MILIK NOMOR 886 TAHUN/Bj.Tahun 2008
Tanggal 21 September 2008 luas 1.930 m2 atas nama WINDAWATI
adalah sebagai berikut:
14. bahwa, setelah Alim Susilo meninggal pada sekitar tahun 1996, semula harta benda beralih kepemilikannya kepada ahli warisnya, istrinya yang bernama AGNES NANCI K. alas hak yang di jadikan dasar penerbitan Sertifikat Nomor ; 886/Bj Tahun 2008 tanggal 21 September 2008, luas 1.930 m2 atas nama WINDAWATI (bukti P-4) adalah atas dasar transaksi jual beli antara WINDAWATI dengan ahli waris ALIM SUSILO sebagai orang yang pernah diperkenalkan kepada Penggugat oleh Al-marhum HASANUDIN untuk membangun gudang bagi penyimpanan barang-barang pabriknya di atas sebidang tanah milik Penggugat (sebagaimana point 3 da 4) yang nota bene hingga sekarang antara Penggugat Alim Susilo tidak pernah ada transaksi apapun dalam peralihan sebagian hak atas tanah yang didirikan gudang bagi pabriknya. Dalam hal ini, apakah Sdr.Alim Susilo serta ahli waris Alim Susilo mempunyai kapasitas bertindak sebagai penjual (pemilik sejati?) Penggugat serahkan sepenuhnya kepada penilaian Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar lampung.
15. bahwa, sebagai pihak petunjuk batas dalam pembuatan sertifikat tersebut , hanya ditunjuk oleh Sdr.Alim Susilo tanpa ada penunjukan batas yang lainnya termasuk Penggugat. Sedangkan secara defacto tanah yang diukur itu merupakan bagian tanah yang penggugat kuasai sejak tahun 1969 berdasarkan bukti P-1.
16. bahwa Foto Kopi Serifikat-serifikat yang dijadikan objek gugatan dalam kasus ini oleh Penggugat setelah dilakukan pemeriksaan atas tuduhan penyerobotan tanah terhadap Penggugat, sekali tidak terbukti, baru kemudian penggugat memperoleh Seretifikat atas nama Alim Susilo dan Kesuma Sanjaya serta atas nama Windawati, pemeriksaan tersebut dilaksanakan pada hari : Kamis, 9 Oktober 2008 mulai saat itulah penggugat memproleh foto kopi sertifikat dimaksud sehingga dengan demikian, hingga didaftarkannya gugatan Penggugat di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Banadar Lampung berdasarkan ketentuan pasal 55 Undang-undang Nomor 9 tahun 2004 tentang perubahan atas Uandang-undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, gugatan Penggugat masih dalam tenggang waktu 90 hari.
17. Bahwa dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik nomor: 886/Bj.Tahun 2008 Tanggal 21 September 2008, luas 1.930 m2 atas nama Windawati adalah bertentangan dengan Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1973, khususnya pasal 4 ayat 2 Jounto Pasal 17 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, dan telah melanggar azas-azas umum pemerintahan yang baik khusunya azas bertindak sewenag-wenang, TIDAK CERMAT/TIDAK TELITI sehingga bertentangan dengan ketentuan pasal 53 ayat 2 Undang-undang Nomor 9 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
18. Bahwa terhadap tanah-tanah yang penggugat kuasai hingga kini tidak pernah terjadi transaksi dalam bentuk apapun yang menyebabkan beralihnya hak kepemilikan sebagian tanah milik penggugat kepada pihak siapapun atau pihak ketiga lainnya.
19. Bahwa pihak-pihak pemegang sertifikat yang objek tanahnya berada di sebagian bidang tanah milik penggugat semula seluas keseluruhannya adalah 11.000m2, yang secara fisik tanahnya dalam penguasaan Penggugat sepenuhnya.


PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut, Penggugat memohon kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Bandar Lampung untuk memeriksa, memutus serta menyelesaikan berdasarkan hukum, keadilan dan kebenaran, sebagai berikut:
1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2) Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang di terbitkan oleh Tergugat (Kepala Dinas Pertahanan Kabupaten Lampung Tengah) berupa: Sertifikat Hak Milik Nomor M.886.Bj tahun 2000 tanggal 21 september 2000, luas 1.930 m2 atas nama Windawati, yang semula adalah milik Alim Susilo;
3) Memerintahkan kepada tergugat kepala Kantor Pertahanan kabupaten Lampung Tengah untuk mencabut Surat Keputusan Tata Usaha Negara berupa sertifikat Hak Milik Nomor: 886/Bj tahun 2000, luas tanah 1.930 M2 atas nama Windawati. Sekaligus mencoretnya dari daftar Register Buku Tanah yang bersangkutan;
4) Menghukum tergugat untuk mebayar biaya perkara yang timbul dalam sengketa Tata Usaha Negara ini.

JIKA PENGADILAN / MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT LAIN MOHON KEPUTUSAN YANG SEADIL-ADILNYA BERDASARKAN HUKUM DAN KEBENARAN.

Konvensi HAKI secara Internasional

Pengaturan HAKI secara Internasional :
  • TRIP’S (Trade Related Aspecs of Intelectual Property Rights) (UU No. 7 Tahun 1994)
  • Paris Convention for Protection of Industrial Property (KEPPRES No. 15 TAHUN 1997)
  • PCT (Patent Cooperation Treaty) and Regulation Under the PCT (KEPPRES No. 16 TAHUN 1997)
  • Trademark Law Treaty (KEPPRES No. 16 TAHUN 1997)
  • Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (KEPPRES No. 18 TAHUN 1997)
  • WIPO Copyrigths Treaty (KEPPRES No. 19 TAHUN 1997)
Pembahasan yang pertama :
  1. TRIP’S pada UU No 7 Tahun 1994
Membahas mengenai (aspek-aspek dagang yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, termasuk perdagangan barang palsu) perundingan di bidang ini bertujuan untuk :
  1. Meningkatkan perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual dari produk-produk yang diperdagangkan
  2. Menjamin prosedur pelaksanaan hak atas kekayaan intelektual yang tidak menghambat kegiatan perdagangan
  3. Merumuskan aturan serta disiplin mengenai pelaksanaan perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual
  4. Mengembangkan prinsip, aturan dan mekanisme kerjasama internasional untuk menangani perdagangan barang-barang hasil pemalsuan atau pembajakan atas hak atas kekayaan intelektual. Kesemuanya tetap memperhatikan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh world intellectual property organization (WIPO)
TRIPS mewajibkan negara-negara anggota untuk memberikan perlindungan yang kuat terhadap hak kekayaan intelektual, Sebagai contoh, di bawah TRIPS:
  • Istilah Hak Cipta harus memperluas sampai 50 tahun setelah kematian para penulis ). (Pasal 12 dan 14)
  • Hak cipta harus diberikan secara otomatis, dan tidak didasarkan atas segala "formalitas", seperti pendaftaran atau sistem pembaharuan.
  • Program komputer harus dianggap sebagai "karya sastra" di bawah hukum hak cipta dan menerima persyaratan perlindungan yang sama.
  • Nasional pengecualian hak cipta (seperti " penggunaan yang adil "di Amerika Serikat) yang dibatasi oleh tiga-langkah uji Berne
  • Paten harus diberikan dalam semua "bidang teknologi," meskipun pengecualian untuk kepentingan umum tertentu yang diperkenankan (Pasal 27.2 dan 27.3) dan harus dilaksanakan selama paling sedikit 20 tahun (Art 33).
  • Pengecualian untuk hak eksklusif harus dibatasi, asalkan bahwa eksploitasi normal pekerjaan (Pasal 13) dan eksploitasi normal paten (Art 30) tidak dalam konflik.
  • Tidak ada prasangka beralasan untuk kepentingan sah dari pemegang hak program komputer dan paten diperbolehkan.
  • Kepentingan sah dari pihak ketiga harus diperhitungkan oleh hak paten (Art 30).
  • Di setiap negara, hukum kekayaan intelektual mungkin tidak menawarkan manfaat kepada warga setempat yang tidak tersedia bagi warga negara dari penandatangan trips lain dengan prinsip-prinsip pengobatan nasional (dengan pengecualian terbatas tertentu, Pasal 5. 3 dan). TRIPS juga memiliki sebuah bangsa klausa yang paling disukai .

  1. Paris Convention for Protection of Industrial Property
Membahas mengenai perlindungan terhadap property industrial yang di dalam perjanjian internasional besar pertama yang dirancang untuk membantu rakyat satu negara mendapatkan perlindungan di negara-negara lain untuk kreasi intelektual mereka dalam bentuk hak kekayaan industri, dikenal sebagai:
·   Penemuan (paten)
·   Merek dagang
·   Desain industry

  1. PCT (Patent Cooperation Treaty) and Regulation Under the PCT
Membahas mengenai Para Negara Pihak :
  • Menginginkan untuk memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
  • Menginginkan untuk menyempurnakan perlindungan hukum terhadap penemuan,
  • Menginginkan untuk menyederhanakan dan membuat lebih ekonomis dalam memperoleh perlindungan penemuan dimana perlindungan dicari di beberapa negara,
  • Menginginkan untuk mempermudah dan mempercepat akses oleh masyarakat dengan informasi teknis yang terkandung dalam dokumen yang menjelaskan penemuan baru,
  • Menginginkan untuk mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi negara-negara berkembang melalui adopsi dari langkah-langkah yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi sistem hukum mereka, baik nasional atau regional, melembagakan untuk perlindungan penemuan dengan memberikan informasi mudah diakses tentang ketersediaan solusi teknologi yang berlaku untuk kebutuhan khusus mereka dan dengan memfasilitasi akses ke volume pernah memperluas teknologi modern,
Yakin bahwa kerjasama antar bangsa akan sangat memudahkan pencapaian tujuan tersebut,

  1. Trademark Law Treaty
Membahas mengenai perjanjian, dari praktek merek dagang yang Perjanjian berusaha untuk menyelaraskan mencakup, antara :
1)      Jangka waktu pendaftaran awal dan hal pembaharuan pendaftaran merek dagang akan sepuluh tahun.
2)      Layanan tanda diberi perlindungan yang sama sebagai merek dagang di bawah Konvensi Paris
3)      Salah satu kuasa dapat diserahkan untuk setiap negara pemohon dan anggota tidak mungkin meminta tanda tangan pada kekuasaan akan disahkan atau dilegalisasi.
4)      prosedur dokumentasi rumit, seperti pengajuan kekuasaan beberapa pengacara, sertifikat pendirian atau status perusahaan, kamar dagang sertifikat, sertifikat berdiri baik, persyaratan saksi, otentikasi, sertifikasi dan persyaratan legalisasi akan diringankan
5)      Sebuah aplikasi tunggal dapat diajukan untuk menutup beberapa kelas internasional, meskipun aplikasi tersebut dapat dibagi selama proses oposisi, banding, atau sampai Panitera membuat keputusan. Aplikasi ini juga dapat mengakibatkan berbagai pendaftaran yang akan mengacu pada tanggal prioritas dari pendaftaran asli dan yang dihasilkan
6)      Sebuah dokumen tunggal dapat diajukan untuk mencatat rantai identik judul terhadap beberapa aplikasi dan pendaftaran.
7)      Negara-negara anggota tidak mungkin mengharuskan merek dagang diberi bersama dengan niat baik bahwa mereka melambangkan. Namun, hal ini lebih dilihat sebagai perubahan prosedural dari sebuah perubahan substantif yang sebenarnya.
8)      menyatakan pihak harus mematuhi ketentuan-ketentuan Konvensi Paris. TLT juga menyediakan formulir model yang menyatakan kontrak didorong untuk mengadopsi untuk Kantor Merek mereka sendiri.
 
5. Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
Membahas mengenai Perlindungan Karya Sastra dan Seni :
Konvensi Bern mewajibkan penanda tangan untuk mengakui hak cipta dari karya-karya penulis dari negara-negara penandatangan lain (dikenal sebagai anggota Uni Berne) dengan cara yang sama seperti yang mengakui hak cipta warga negara sendiri.
Selain membentuk sistem perlakuan yang sama bahwa hak cipta internasionalisasi antara penandatangan, perjanjian tersebut juga diharuskan negara-negara anggota untuk memberikan standar minimum yang kuat untuk hukum hak cipta.
Ungkapan "karya sastra dan artistik" meliputi setiap produksi dalam domain sastra, ilmiah dan artistik, apapun mode atau bentuk ekspresi, seperti buku, pamflet dan tulisan lainnya; kuliah, alamat, khotbah dan karya lainnya sifat yang sama; karya drama atau dramatico-musik, koreografi dan hiburan dalam pertunjukan bisu; komposisi musik dengan atau tanpa kata-kata, karya-karya sinematografi yang merupakan asimilasi karya diungkapkan dengan proses yang analog dengan sinematografi; karya menggambar, melukis, arsitektur, patung , ukiran dan litografi; karya-karya fotografi yang dapat diasimilasi karya diungkapkan dengan proses yang analog dengan fotografi, karya seni terapan;, ilustrasi peta, rancangan, sketsa dan karya tiga dimensi yang berhubungan dengan geografi, topografi, arsitektur atau ilmu pengetahuan.

  1. WIPO Copyrigths Treaty
WCT adalah perjanjian khusus di bawah Konvensi Bern. Setiap Pihak (bahkan jika tidak terikat dengan Konvensi Bern) harus mematuhi ketentuan-ketentuan substantif dari 1971 (Paris) Undang-undang Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Sastra dan Seni (1886). Selanjutnya, Perjanjian menyebutkan dua materi untuk dilindungi oleh hak cipta :
a.    Program komputer, apapun mode atau bentuk ekspresi mereka, dan
b.    Kompilasi data atau materi lain ("database"), dalam bentuk apapun, yang dengan alasan pemilihan atau pengaturan dari isinya merupakan ciptaan intelektual. (dimana database bukan merupakan seperti penciptaan, itu berada di luar lingkup perjanjian ini)
Adapun hak - hak penulis, kesepakatan Perjanjian dengan :
a.    Hak distribusi,
b.    Hak sewa, dan
c.    Hak komunikasi kepada publik.
Hak distribusi adalah hak untuk mengotorisasi pembuatan tersedia untuk umum yang asli dan salinan dari suatu karya melalui penjualan atau pengalihan kepemilikan lainnya,
Hak sewa adalah hak untuk mengotorisasi sewa komersial kepada publik yang asli dan salinan dari tiga jenis karya:
a.    Program komputer (kecuali dimana program komputer itu sendiri bukanlah objek penting dari sewa),
b.    Bekerja sinematografi (tetapi hanya dalam kasus-kasus di mana sewa komersial telah mengakibatkan luas menyalin karya tersebut secara material mempengaruhi hak eksklusif reproduksi), dan
c.    Bekerja diwujudkan dalam rekaman musik sebagaimana ditentukan dalam hukum nasional pihak (kecuali untuk negara-negara yang sejak tanggal 15 april, 1994 telah berlaku sistem remunerasi yang adil untuk sewa tersebut),
Hak komunikasi kepada publik adalah hak untuk mengotorisasi komunikasi kepada publik, melalui kabel atau nirkabel, termasuk "membuat tersedia kepada publik karya dengan cara yang para anggota masyarakat dapat mengakses pekerjaan dari suatu tempat dan pada waktu yang mereka pilih sendiri "meliputi. Ungkapan dikutip dalam permintaan khusus pada-, komunikasi interaktif melalui internet.